Kata pailit dalam bahasa indonesia memiliki arti
kebangkrutan. Secara etimologi, istilah kepailitan berasal dari kata pailit.
Selanjutnya istilah pailit berasal dari kata Belanda faillet yang mempunyai
arti kata ganda yaitu sebagai kata benda dan kata sifat. Istilah faillet
sendiri berasal dari Perancis yaitu Faillete yang berarti pemogokan atau
kemacetan pembayaran, sedangkan orang yang mogok atau berhenti membayar dalam
bahasa Perancis disebut Le failli. Kata kerja failir berarti gagal; dalam
bahasa Inggris dikenal dengan kata to fail yang mempunyai arti sama dalam
bahasa latin yaitu failure. Jadi Kepailitan
merupakan suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan
keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal
ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar
utangnya.
Dari
sudut sejarah hukum, undang-undang kepailitan pada mulanya bertujuan untuk
melindungi para kreditur dengan memberikan jalan yang jelas dan pasti untuk
menyelesaikan utang yang tidak dapat dibayar. 2. Peraturan Perundangan tentang
Kepailitan Sejarah perundang-undangan kepailitan di Indonesia telah dimulai
hampir 100 tahun yang lalu yakni sejak 1906, sejak berlakunya “Verordening op
het Faillissement en Surceance van Betaling voor de European in Indonesia”
sebagaimana dimuat dalam Staatblads 1905 No. 217 jo. Staatblads 1906 No. 348
Faillissementsverordening.
Pada
tanggal 20 April 1998 pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang
tentang Kepailitan yang kemudian telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat
menjadi Undang-Undang, yaitu Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang
tentang Kepailitan tanggal 9 september 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1998 nomor 135). Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tersebut bukanlah
mengganti peraturan kepailitan yang berlaku, yaitu Faillissements Verordening
Staatsblad tahun 1905 No. 217 juncto Staatblads tahun 1906 No. 308, tetapi
sekedar mengubah dan menambah.
Tujuan utama kepailitan
adalah untuk melakukan pembagian antara para kreditur atas kekayaan debitur
oleh kurator. Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah
atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan
sitaan bersama sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur
sesuai dengan hak masing-masing.
Lembaga kepailitan pada dasarnya mempunyai
dua fungsi sekaligus:
a.
kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan
kepada kreditur bahwa debitur tidak akan berbuat curang, dan tetap bertanggung
jawab terhadap semua hutang-hutangnya kepada semua kreditur.
b.
kepailitan sebagai lembaga yang juga memberi
perlindungan kepada debitur terhadap kemungkinan eksekusi massal oleh
kreditur-krediturnya.
Para Pihak yang dapat mengajukan kepailitan yaitu:
- atas permohonan debitur sendiri
- atas permintaan seorang atau lebih kreditur
- oleh kejaksaan atas kepentingan umum
- Bank Indonesia dalam hal debitur merupakan lembaga bank
- oleh Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitur merupakan perusahaan efek
Mengenai
pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan kepailitan, Pasal 2 Undang-undang
Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 menyebutkan sebagai berikut:
a.
Debitor sendiri, dengan syarat bahwa debitor
tersebut mempunyai minimal 2 kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang
yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih;
b.
Kreditor yang mempunyai piutang kepada
debitor yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih;
c.
Kejaksaan atau jaksa untuk kepentingan umum;
d.
Bank Indonesia apabila menyangkut debitor
yang merupakan bank;
e.
Badan Pengawas Pasar Modal, apabila
menyangkut debitor yang merupakan perusahaan efek, yaitu pihak-pihak yang melakukan
kegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Perdagangan Efek, dan/atau
manager Investasi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal;
f.
Menteri Keuangan, apabila menyangkut debitor
yang merupakan
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pesiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik.
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pesiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik.
Pernyataan
pailit, mengakibatkan debitur demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan
mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan, terhitung sejak
pernyataan putusan kepailitan. Dengan ditiadakannya hak debitur secara hukum
untuk mengurus kekayaannya, maka oleh Undang-Undang Kepailitan ditetapkan bahwa
terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, KURATOR berwenang
melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan atas harta pailit, meskipun
terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Kurator
tersebut ditunjuk bersamaan dengan Hakim Pengawas pada saat putusan pernyataan
pailit dibacakan. Dengan demikian jelaslah, bahwa akibat hukum bagi debitur
setelah dinyatakan pailit adalah bahwa ia tidak boleh lagi mengurus harta
kekayaannya yang dinyatakan pailit, dan selanjutnya yang akan mengurus harta
kekayaan atau perusahaan debitur pailit tersebut adalah Kurator. Untuk menjaga
dan mengawasi tugas seorang kurator, pengadilan menunjuk seorang hakim
pengawas, yang mengawasi perjalan proses kepailitan (pengurusan dan pemberesan
harta pailit).
Dikecualikan
oleh Undang-Undang Kepailitan adalah Bank dan Perusahaan Efek. Bank hanya bisa
dimohonkan pailitkan oleh Bank Indonesia, sedangkan perusahaan efek hanya bisa
dipailitkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Bank dan Perusahaan Efek
hanya bisa dipailitkan oleh instansi tertentu, hal ini didasarkan pada satu
alasan bahwa kedua institusi tersebut melibatkan banyak uang masyarakat,
sehingga jika setiap kreditur bisa mempailitkan, hal tersebut akan mengganggu
jaminan kepastian bagi para nasabah dan pemegang saham.
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar